Wednesday, February 26, 2014

CARA MAKAN

"Ini makanan siapa, Mba?" tanya Nur, sambil menunjuk makanan yang belum selesai kusantap.

"Owh, makanan Mba, belum selesai tadi." jawabku ringan.

"Apa masih enak, sudah ditinggal ke mana-mana?"

"Masihlah, kan sayurnya terpisah."

Memang aku makan dengan wadah yang biasa untuk bekal anak-anak sekolah, tempat nasi dan sayur terpisah.

Nur diam, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Mikir apa Nur?"

"Mba kan sudah tahu bagaimanaa cara makan sesuai sunnah Rasul?"

"Tahu Nur, dan Mba ingin sekali melaksanakannya dengan sempurna. Makan dengan cara duduk Rasulullah ketika makan, menggunakan tiga jari, mengambil makanan yang terdekat, tapi belum bisa sempurna untuk setiap kali makan, kadang-kadang saja kalau kondisi sedang memungkinkan. Mungkin ini alasan, tapi pada kenyataannya, untuk duduk lima belas menit saja menikmati makan dengan sempurna, sulit banget. Baru dua suap, sebentar anak memanggil, minta inilah, itulah yang tidak bisa ditunda atau digantikan orang lain. Nah, sekarang tambah-tambah, sedang makan, muncul ide yang segera harus dituliskan, kalau nunggu selesai makan, cuci tangan, ha ha, bisa kabur idenya."

"Itu bukan alasan yang dicari-carikan Mba?"

"Entahlah Nur, semoga ini bukan sebuah dosa, walaupun tidak mendapat keutamaan mengikuti Rasul dari hal ini. Tapi Mba berusaha mengikuti Rasul dari sisi lainnya, yaitu makan makanan yang halal dan thoyyib, baik zatnya maupun dari cara mendapatkannya. Mba sering lalai untuk makan kalau tidak dengan cara seperti ini, mungkin karena begitu banyaknya urusan ya?"

"Apa mungkin orang-orang lain yang nggak nyunnah itu seperti Mba ya alasannya?"

"Wah, terlalu jauh untuk mengetahui kondisi masing-masing orang. Setiap orang punya sebab yang berbeda, ada yang tidak tahu, ada yang tahu tapi belum melaksanakan walaupun tidak menolak dengan berbagai pertimbangan, ada yang menolak karena kesombongan atau tidak mau tahu keutamaan dari sunnah Rasul."

"Bukankah kita harus mengikut cara hidup Rasulullah?"

"Benar! Dan itu bisa kita lakukan dengan cara bertahap. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk hidup nyunnah seperti kita, atau memandang sinis kepada saudara kita yang belum bisa secara sempurna melaksanakan seluruhnya. Sunnah Rasul itu banyak ragamnya, dari sisi aqidah, syari'ah dan muamalah. Kesempatan belajar kita juga berbeda-beda, sehingga pengetahuan tentang kehidupan Rasul juga tidak sama banyaknya. Mungkin kita merasa sudah nyunnah dalam hal tertentu dan menilai orang lain tidak nyunnah, padahal bisa jadi orang tersebut lebih nyunnah dari pada kita untuk urusan lain yang lebih penting, misalnya urusan aqidahnya. Jujur, Mba sedih banget kalau ada yang bilang Mba nggak nyunnah, padahal hanya untuk satu dua hal, tapi tuduhannya itu mengeneralisir seolah-olah kehidupan Mba jauh dari keberkahan karena tidak mau nyunnah."

"Maafkan Nur ya Mba, kalau sudah buat sedih."

"Nggak apa-apa Nur, kita sahabat, saling terbuka, saling mengingatkan, setidaknya apa yang Mba rasakan bisa jadi masukan untuk Nur ketika mengingatkan masalah nyunnah kepada orang lain."

"Iya, Mba, terima kasih."

No comments:

Post a Comment