Tuesday, April 3, 2018

Merindukan Sosok Abu Bakar ra. Zaman Now

Bersama keluarga NU

Sosok santun penuh kasih sayang, tentu sangat dirindukan rakyat untuk pemimpinnya, di segala zaman. Kelembutan yang dipadu dengan ketegasan dalam menjaga perundangan yang adil untuk semua kalangan.

Alkisah, Abu Bakar sahabat tercinta dari manusia termulia, Muhammad saw, adalah manusia dengan karakter yang santun peuh kasih sayang. Selain gelar ash-shiddiq yang disandangkan karena kejujurannya, beliau juga bergelar bapaknya para yatim dan janda tersebab begitu pemurahnya beliau terhadap dua golongan  ini.

Saat di mana Islam belum berjaya, muslim masih menjadi komunitas pinggiran dan hidup penuh himpitan, Abu Bakar tampil menyantuni kaum dhuafa terutama membebaskan para budak muslim yang diperlakukan sangat tidak manusiawi karena keimanannya.

Saat Islam memiliki pengaruh di bawah kepemimpinan Rasulullah saw, Abu bakar adalah pendamping terdekatnya dan menggantikan menjadi imam sholat saat beliau sakit menjelang kewafatannya.

Saat sang Mustofa dipanggil kekasihnya, kembali kepangkuan-Nya, Abu Bakar tampil sebagai pemimpin yang penuh kasih sayang, melayani rakyatnya dengan sepenuh cinta dan menjadi perwira gagah saat menghadapi para murtadin yang menggerogoti wibawa Islam, tetapi melindungi non muslim taat yang ada dalam wilayah kekuasaannya.

Benar, seorang yang baik, penyayang, membutuhkan kekuatan serta kekuasaan untuk lebih banyak menebarkan kebaikan dan kasih sayangnya kepada lebih banyak lagi makhluk ciptaan-Nya.

Kini, kita butuh pemimpin layaknya Abu Bakar Ash-syiddiq untuk bisa mengatur segala urusan dengan keadilan, melindungi yang lemah, penuh kasih sayang dan cinta terhadap rakyat kecil, tegas terhadap pelanggar hukum.

Walau sosok itu tak utuh sempurna, setidaknya dia yang paling banyak memiliki ciri-ciri keutamaan Abu Bakar di antara calon pemimpin yang bisa dipilih, karena...kita hanya bisa memilih dari yang disediakan oleh sistem yang berlaku.
Bersama Muslimat NU

4 Hal yang perlu kita perhatikan saat memilih pemimpin yang kita harap ada karakter Abu Bakar ra. dalam dirinya:

1. Beriman dan takut kepada Allah, karena hal ini yang membuatnya merasa diawasi terus-menerus dan mencegahnya dari pelanggaran terhadap aturan Allah. Salah satu cirinya adalah dekat dengan aktivitas di masjid, rumah Allah.

2. Berjiwa pendidik, penuh cinta dan perhatian. Hal ini bisa kita lihat dari sikap santunnya, juga kiprahnya selama ini. Alumni FKIP walau tidak tuntas meraih gelar sarjananya, pendiri lembaga pendidikan, seorang ustadz yang santun untuk kalangan muda, dewasa, tua, pria, wanita.

3. Memiliki kapasitas untuk mengemban amanah kepemimpinan. Berlatar belakang pendidikan ilmu pemerintahan, menjadi aleg propinsi satu periode dan anggota DPD 2 periode, tentu menjadi modal yang lumayan berbobot untuk melanjutkan kepemimpinannya di pemerintahan.

4. Dekat dengan masyarakat yang dipimpinnya. Pergaulan di berbagai lapisan masyarakat tentu membuatnya paham kondisi real masyarakat yang akan diayominya, insyaallah.
Bersama tokoh adat Kampung Mataram Ilir

Eh, hampir saja saya lupa memberitahukan, siapa sosok yang sedang dibicarakan.

Beliau adalah Ahmad Jajuli, cawagub Lampung dari paslon no 4.

Dengan harapan untuk Lampung maju, sebagai seorang yang mengenalnya, saya mendoakan dan mendukung beliau.

Bagaimana dengan teman-teman?


Monday, March 5, 2018

Amal Unggulan Bilal, Sang Muadzin Rasulullah Saw.


Awalnya, Bilal adalah budak milik sejumlah orang dari Bani Jumah di Mekah. Berita-berita tentang Nabi Saw. terdengar di telinga Bilal. ia mendengar Umayah bin Khalaf --salah seorang pemimpin Bani Jumah yang dituakan bersama sejumlah orang dari kabilahnya membicarakan tentang Rasulullah Saw. dengan hati penuh amarah dan kebencian.

Meski demikian, mereka sedikitpun tidak mengingkari bahwa Nabi Saw. adalah sosok yang amanah, ksatria, memiliki akhlak baik, jujur dan berakal cemerlang. Semua itu didengar Bilal, hingga ia merasa bahwa agama tersebut agama kebenaran dan Nabi Saw merupakan perahu keselamatan yang diutus Allah di tengah-tengah umat, untuk mengentaskan mereka dari lumpur jahiliyah menuju cahaya tauhid, selanjutnya menuju surga Ar-Rahman.

Bilal menerima seruan kebenaran itu dan melapangkan hati secara keseluruhan untuk menerima cahaya yang disampaikan Rasulullah Saw. dari sisi Rabb. Ia Iantas pergi menemui Nabi dan menyatakan diri masuk Islam, hingga merasa seakan-akan ia baru dilahirkan pada saat itu.
Ibnu Mas'ud ra. meriwayatkan, Bilal merupakan satu dari 7 orang yang pertama menampakkan keislamnya, selain Rasulullah Saw. Abu Bakar, Ammar, Sumayyah, Miqdad dan Shuhaib. Rasulullah Saw. dilindungi Allah melaui sosok pamannys, Abu Bakar melalui kaumnya, sedang yang lain mendapat siksa dari kaum musyrikin.

Kaum musyrikin mengetahui berita keislaman Bilal, dan tak pelak, mereka menimpakan siksa kepadanya tanpa mempedulikan  hubungan kerabat ataupun mengindahkan perjanjian.

Umayah bin Khalaf bin Wahab bin Hudzafah bin Jumah menyeret Bilal kala hari mulai terik, lalu dibaringkan di atas pasir yang panas, setelah itu Bilal ditindihi batu besar tepat di dada. Lalu Umayah berkata, ’Demi Allah, kamu akan terus seperti .ini sampai kamu mati, kecuali mau mengingkari Muhammad, menyembah Lata dan Uzza.’
Di balik siksaan yang dirasakan itu, Bilal tetap mengucapkan, ’Ahad, ahad.” Baginya, tak mengapa disiksa, selama karena Allah, di jalan Allah.

Suatu ketika, Abu Bakar melintas dan melihat Bilal tengah disiksa di pasir Mekah yang begitu panas menyengat. Dengan cepat, Abu Bakar segera bertindak dan melikuidasi seluruh perdagangan miliknya, selanjutnya membawa sejumlah uang untuk membeli budak-budak yang memeluk Islam untuk dimerdekakan, khawatir jika agama mereka terkena fitnah.

Begitu banyak keistimewaan Bilal sebagai bagian dari para sahabat Rasulullah Saw. Yang paling terkenal adalah, sebagai muadzin.

Bilal terus mengumandangkan adzan untuk Rasulullah Saw. sepanjang hidup. Saat Rasulullah Saw. pulang ke haribaan Allah dan waktu shalat tiba, Bilal mengumandamgkan adzan di tengah kerumunan orang, saat itu Nabi Saw. masih ditutupi kain dan belum dimakamkan. Saat sampai pada kalimat, "Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah," air mata Bilal berderaian hingga suaranya tersumbat ditenggorokan, kaum muslimin pun larut dalam tangisan dan kesedihan. Setelah itu, Bilal
mengumandangkan adzan selama tiga hari Iamanya. Setiap kali sampai pada kalimat, "Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah,” Bilal menangis dan membuat semuanya ikut menangis. Saat itulah Abu Bakar, khalifah Rasulullah Saw. meminta Bilal untuk tidak lagi mengumandangkan Adzan karena tak kuasa meneruskan sejak  Rasulullah Saw. telah tiada.

Bilal meminta izin kepada Abu Bakar untuk pergi ke Syam untuk berjihad dan menjaga perbatasan. Abu Bakar Ash-Shiddiq sangat mencintai Bilal. la pada mulanya ragu untuk melepas kepergian Bilal, hingga Bilal berkata padanya, "Jika engkau dulu membeliku untuk diri pribadi, silahkan engkau pertahankan aku di sini. Tapi jika engkau membeliku karena Allah, biarkan aku berbuat sesuatu untuk Allah."

Hingga batas ini, sulit sekali menahan air mata haru saat membaca kisah beliau. Begitu besar kecintaan yang terjalin antara para sahabat.

Ada satu keistimewaan amal Bilal yang menjadi salah satu sebab keistimewaannya sebagai calon penghuni surga.

Abu Hurairah ra. meriwayatkan, "Nabi Saw. berkata pada Bilal seusai shalat Subuh, "Hai Bilal, beritahukan padaku, apa amalan dalam Islam yang paling kamu harapkan pahalanya. Sungguh, aku mendengar suara detak kedua sandalmu di surga.’ Bilal berkata, ’Tiada amalan yang Iebih aku harapkan pahalanya melebihi setiap kali aku bersuci pada siang dan malam, aku selalu shalat dengan wudhu itu seperti yang ditakdirkan untukku." (Muttafaq 'alaih)
Sumber: Biografi Sahabat Nabi  (Syaikh Mahmud Al-Mishri)

Thursday, July 28, 2016

Umar bin Khattab, 6 Tahun Sebelum Masa Kenabian

Aku tak menginginkan kerja yang lebih ringan, tapi tubuh yang lebih kuat.(Umar bin Khattab)

***

Di tempat terbuka ini (sebagai penggembala unta), kehidupan memberikan aku kejernihan pikiran, ketajaman penglihatan dan perasaan yang murni. (Umar bin Khattab).

*bandingkan dengan aktivitas kita sekarang!😕

***

Unta, akan bisa dikenali secara individual, masing-masing memiliki perangai, kebiasaan, kebutuhan dan kemampuannya sendiri. Setiap unta berkumpul pada kawanannya, tetapi tidak ada dua unta yang identik. Urus mereka sebagai kawanan, tapi lihatlah mereka sebagai individu. Berbuat baiklah sebagaimana ibu kepada anaknya.

Hal inipun berlaku kepada manusia. Hidupnya tak akan berkembang sampai mereka punya pemimpin yang mengurus urusan mereka. Barangsiapa yang memberontak, akan binasa. Serigala hanya menyerang domba yang sendirian.  Jika orang-orang bersatu, tiap orang tersebut akan memiliki sifat dan pikirannya sendiri. Mereka akan mengejar langkhnya sendiri, kepentingan dan apa yang diinginkannya. Tidak ada satupun yang bisa menggantikan yang lain. Jika tidak seperti itu, manusia tidak akan butuh kepada yangnlain. Tidak ada yang butuh apa yang dimiliki orang lain, maka, bersama-sama adalah bagaimana mengatur kepribadian mereka dan perbedaan mereka sehingga mereka bersatu. (Umar bin Khattab)

Thursday, June 9, 2016

Santri Google

Bolehkah Bulan Ramadhan kita sebut bulan tabdabbur?

Mau tanya ke siapa?

Anggap saja boleh, karena tidak bermaksud bid'ah, sekedar melihat kebiasaan atau ingin membiasakan.

Selain tilawah, tarawih dan dzikir, alangkah baiknya kalau kita menambahkan tadabbur sebagai salah satu agenda amalan ibadah Ramadhan, sebagai salah satu bentuk interaksi kita dengan Al-Qur'an.

Saat mentadaburi ayat-ayat Al -Qur'an, selain mushaf, kita juga butuh terjemah Al-Qur'an, Kitab Asbabunnuzul dan Kitab Tafsir. Alangkah baiknya kalau tadabbur kita lakukan dibimbing seorang guru yang memahami ilmu agama, seperti tafsir, hadits, dll. Tapi pada kenyataannya tidak semua kita berkesempatan menikmati kajian bersama guru, entah itu karena tidak tahu dimana bisa berguru, atau karena kesibukan kita sehingga tidak bisa menyediakan waktu khusus untuk itu. Tapi bukan berarti kemudian kita tidak perlu atau takut melakukan upaya sendiri. Mungkin kebutuhan kita akan tadabbur sebatas mencukupi pegangan dalam menjalani hidup bukan untuk bisa mengajarkannya kepada orang lain.

Dengan pertimbangan-pertimbangan itulah, daripada tidak sama sekali, tak ada salahnya kita mencoba "otodidak", belajar sendiri dengan membaca kitab-kitab tersebut di atas. Kalaupun belum punya, kita sudah dimudahkan dengan kecanggihan teknologi, mencari referensi secukupnya di internet, karena ternyata banyak dai-dai yang berbaik hati mempublish ilmunya ke internet dan kita bisa akses sesuai yang kita butuhkan. Jika berkesempatan bertemu pembimbing, maka manfaatkan untuk mendiskusikan tadabbur mandirinya.

"Santri Google!"

Abaikan olok-olok itu!

Allah Maha Berkuasa memberikan karunia-Nya dengan cara yang dipilih-Nya.

Wednesday, June 8, 2016

Wanita yang Iri dengan Laki-laki

Di zaman Rasulullah Saw. ada seorang wanita yang mewakili kaumnya untuk menyampaikan kepada beliau terkait kegalauan mereka atas beberapa syariat yang dianggap mengurangi peluang wanita untuk meraih pahala, salah satunya adalah pergi berperang.

Rasulullah menjawab bahwa ketaatan istri pada suami, selama dalam ketaatan kepada Allah, menyamai pahala itu semua.

Nah! Di bulan Ramadhan ini, biasanya wanita kecewa dengan kodratnya, mendapatkan haid, karena dengan begitu akan kehilangan mendapatkan pahala sholat, puasa dan tilawah, belum lagi harus membayar puasanya di bulan yang lain, berat, kan?
Kadang-kadang sering memaksakan diri, belum waktunya suci, sudah mandi, karena memang belum tuntas, kadang harus mandi wajib berulang-ulang.

Begitulah manusia, lebih melihat yang tidak bisa didapat dari pada yang sudah ada dan bisa diperoleh.

Mengapa kita tidak mau sedikit saja menggeser sudut pandang dan mensyukuri ketentuan Allah?

Kondisi haid bisa diibaratkan tubuh sedang dalam kondisi rentan, itu sebabnya diliburkan puasa agar lebih terjaga. Tidak puasa, ya gunakan kesempatan untuk memenuhi asupan, itu karunia Allah. Saya bukan termasuk orang yang bertoleransi dengan tidak makan walau haid untuk menghormati yang puasa. Pandai-pandai saja memilih waktu dan tempat agar tidak makan di hadapan yang berpuasa.

Takut ketahuan anak-anak?

Kalau memang harus ketahuan, justru kesempatan menjelaskan kepada mereka tentang syariat itu.

Tidak sholat?

Ya tidak apa-apa, kan tidak dosa? Justru dosa kalau tetap dilakukan. Bahkan untuk amalan yang sudah rutin kita lakukan, jika ada udzur yang menghalangi, maka pahala tetap mengalir walaupun kita tidak mengerjakannya.

***
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Sesungguhnya seorang hamba hanyalah akan diberi balasan sesuai amalan yang ia lakukan. Barangsiapa meninggalkan suatu amalan -bukan karena udzur syar’i seperti sakit, bersafar, atau dalam keadaan lemah di usia senja-, maka akan terputus darinya pahala dan ganjaran jika ia meninggalkan amalan tersebut.” Namun perlu diketahui bahwa apabila seseorang meninggalkan amalan sholih yang biasa dia rutinkan karena alasan sakit, sudah tidak mampu lagi melakukannya, dalam keadaan bersafar atau udzur syar’i lainnya, maka dia akan tetap memperoleh ganjarannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seseorang sakit atau melakukan safar, maka dia akan dicatat melakukan amalan sebagaimana amalan rutin yang dia lakukan ketika mukim (tidak bepergian) dan dalam keadaan sehat.”[HR Bukhori no 2996]

Sumber: https://rumaysho.com/550-di-balik-amalan-yang-sedikit-namun-kontinu.html
***
Enak, tho?

Bagaimana dengan tilawah? Sayang banget, kan?

Kalau kita mengikuti pendapat yang tidak tilawah saat haid, maka kita bisa gunakan waktu yang harusnya  tilawah, ganti dengan aktivitas tadabbur, seperti membaca kitab tafsir, hadits atau buku-buku kajian dengan tema tertentu.

Selalu bersyukur dengan ketentuan Allah akan membuat kita hidup lebih bahagia.

Monday, June 6, 2016

Puncaknya adalah Taqwa

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al-Baqoroh : 183)

Banyak amalan pendamping puasa yang dianjurkan dilakukan di bulan Ramadhan, antara lain:
1. Tilawah Qur'an
2. Tadabbur Qur'an
3. Infak & Sedekah
4. Shalat sunnah
5. Dzikir

Apa yang bisa pikirkan tentang hal ini? Menarik benang merah antara puasa-amalan pendamping-taqwa?

Ini bukan kajian yang bisa dijadikan referensi, hanya sekedar opini dari pikiran sederhana.

Setiap akan melakukan sesuatu, tujuan merupakan fokus utama. Apa makna dari sebuah perjuangan berat jika tujuan tak tercapai?

Gagal!

Inilah yang pernah dikhawatirkan oleh Rasulullah Saw, yang intinya, ada golongan dari umatnya yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan haus!

Naudzubillahi min dzalik!

Apa itu taqwa?

Sederhananya, taqwa adalah ketaatan pada Allah dan takut mendapatkan murka-Nya.

Artinya, kita harus fokus pada peningkatan kataqwaan dengan puasa dan amalan-amalan pelengkapnya.

Hidayah Allah akan sampai kepada kita, bisa dengan cara yang berbeda-beda, mungkin juga halnya dengan peningkatan ketaqwaan.

Mungkin kita akan merasakan semakin kenal dan dekat kepada Allah sehingganya semakin taat dan cinta kepada-Nya, dengan salah satu atau beberapa jalan berikut:

1. Saat merasakan menahan lapar dan haus atau kepayahan saat puasa, hati kita tergerak untuk mensyukuri segala kenikmatan yang selama ini kita terima tanpa diminta. Semakin bersyukur, semakin dekat, semakin merasakan ketergantungan dan semakin tumbuh rasa cinta, sehingga dengan ringan hati melakukan ketaatan kepada-Nya.

2. Dengan tilawah dan tadabbur, kita semakin memahami kedalaman agama ini, mengakui kebenaran dan kebaikan syariatnya dan bersemangat untuk mengamalkannya sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya.

3. Dengan banyak berdzikir, hati merasakan kedekatan, ketenangan dan nikmatnya ketaatan sehingga selalu rindu untuk mengulang-ulang melakukannya.

4. Dengan bersedekah kita merasakan kenikmatan, kebahagiaan  dan bersyukur karena mendapatkan kesempatan untuk berbagi, dan itu semua akan mendorong untuk meningkatkan ketaatan.

Begitu banyak peluang menuju taqwa, ambil sebanyak-banyaknya untuk memperbesar kemungkinan mencapai tujuan.

Saturday, June 4, 2016

Perbedaan Syiar dengan Riya

Kadang kita membatalkan sebuah syiar karena takut riya.

Siapa yang dirugikan atas pembatalan itu?

Umat! Atau setidaknya segelintir orang yang kemungkinan terinspirasi dan termotivasi untuk melakukan kebaikan yang sama.

Sebenarnya, antara syiar dan riya bedanya sangat tipis, yaitu pada niat, dan yang tahu pasti tentang urusan ini hanya Allah dan pelaku, orang lain tidak bisa tahu kecuali hanya berprasangka.

Di sinilah sering terjadi pergolakan!
Di sinilah was-was dan bisikan-bisikan sedang bekerja mempengaruhi!
Hanya dengan bantuan Allah, yang membolak-balikkan hati, kita mampu selamat dari riya dan mensyiarkan kebaikan.

Final?

Tidak! Bisikan-bisikan itu terus hadir, bahkan sampai pada tahap evaluasi dari sebuah amal yang telah selesai.

Ok, kita hitung-hitungan:

1. Jika kita menunjukkan suatu kebaikan dengan niat riya, supaya mendapatkan pujian dan apresiasi positif dari orang lain, maka merugilah kita, karena kita hanya mendapatkan apa yang kita niatkan, kalaupun itu dikabulkan, karena tidak jarang, saat kita mengharap pujian atau ucapan terimakasih, justru cemooh yang didapat.

Bagaimana dengan orang lain yang menerima syiar kita?
Mungkin dia terinspirasi, mungkin juga tidak.
Jika ternyata ada yang terinspirasi, setidaknya hal itu menguntungkan orang lain yang mendapatkan nilai ibadah karena melakukan kebaikan karena terinspirasi.
Apakah kita tetap mendapatkan pahala karena menginspirasi, sedangkan  niat awalnya riya?
Wallahu'alam.

2. Jika kita membatalkan menunjukkan suatu kebaikan, mungkin kita selamat dari riya, mungkin kita jadi lebih tawadhu dan merasa tenang karena amal kita tersembunyi, tapi mungkin juga itu kemenangan musuh kita yang berbisik-bisik untuk menghalangi dakwah!

Bagaimana dengan orang lain?
Jelas merugikan orang lain yang seharusnya terinspirasi, sehingga umat pun kehilangan sebuah bentuk kebaikan, karena salah seorang darinya batal melakukan amal shaleh karena energi pemicunya mati. Sayang bukan, kalau kita berpeluang menjadi jalan hidayah seseorang tapi tidak kita lakukan? Sayang bukan, kalau di hadapan kita berkurang ajakan kebaikan dan lebih banyak propaganda keburukan? Bukankah seharusnya kita lebih mewarnai lingkungan dengan ajakan kebaikan?

3. Idealnya, kita bisa menunjukkan amal baik untuk menginspirasi dan memotivasi, sehingga akan muncul pernyataan dari yang memperhatikan,"Dia dengan kondisi seadanya bisa melakukan itu, kenapa saya tidak?"

Selain itu kita bisa meniatkannya sebagai bentuk rasa syukur dengan menunjukkan nikmat itu, agar kita selalu ingat, bahwa kebaikan yang kita lakukan merupakan karunia Allah.

Mental kita butuh dilatih untuk menghadapi pujian atau cercaan selama dalam kebaikan, agar seluruh hidup kita semata menghadap Allah dan mengharapkan hanya penilaian Allah.

Hayoooo! Tebarkan kebaikan untuk mengimbangi keburukan yang semakin mencemari lingkungan kita, baik di dunia nyata maupun media sosial.