Wednesday, June 8, 2016

Wanita yang Iri dengan Laki-laki

Di zaman Rasulullah Saw. ada seorang wanita yang mewakili kaumnya untuk menyampaikan kepada beliau terkait kegalauan mereka atas beberapa syariat yang dianggap mengurangi peluang wanita untuk meraih pahala, salah satunya adalah pergi berperang.

Rasulullah menjawab bahwa ketaatan istri pada suami, selama dalam ketaatan kepada Allah, menyamai pahala itu semua.

Nah! Di bulan Ramadhan ini, biasanya wanita kecewa dengan kodratnya, mendapatkan haid, karena dengan begitu akan kehilangan mendapatkan pahala sholat, puasa dan tilawah, belum lagi harus membayar puasanya di bulan yang lain, berat, kan?
Kadang-kadang sering memaksakan diri, belum waktunya suci, sudah mandi, karena memang belum tuntas, kadang harus mandi wajib berulang-ulang.

Begitulah manusia, lebih melihat yang tidak bisa didapat dari pada yang sudah ada dan bisa diperoleh.

Mengapa kita tidak mau sedikit saja menggeser sudut pandang dan mensyukuri ketentuan Allah?

Kondisi haid bisa diibaratkan tubuh sedang dalam kondisi rentan, itu sebabnya diliburkan puasa agar lebih terjaga. Tidak puasa, ya gunakan kesempatan untuk memenuhi asupan, itu karunia Allah. Saya bukan termasuk orang yang bertoleransi dengan tidak makan walau haid untuk menghormati yang puasa. Pandai-pandai saja memilih waktu dan tempat agar tidak makan di hadapan yang berpuasa.

Takut ketahuan anak-anak?

Kalau memang harus ketahuan, justru kesempatan menjelaskan kepada mereka tentang syariat itu.

Tidak sholat?

Ya tidak apa-apa, kan tidak dosa? Justru dosa kalau tetap dilakukan. Bahkan untuk amalan yang sudah rutin kita lakukan, jika ada udzur yang menghalangi, maka pahala tetap mengalir walaupun kita tidak mengerjakannya.

***
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Sesungguhnya seorang hamba hanyalah akan diberi balasan sesuai amalan yang ia lakukan. Barangsiapa meninggalkan suatu amalan -bukan karena udzur syar’i seperti sakit, bersafar, atau dalam keadaan lemah di usia senja-, maka akan terputus darinya pahala dan ganjaran jika ia meninggalkan amalan tersebut.” Namun perlu diketahui bahwa apabila seseorang meninggalkan amalan sholih yang biasa dia rutinkan karena alasan sakit, sudah tidak mampu lagi melakukannya, dalam keadaan bersafar atau udzur syar’i lainnya, maka dia akan tetap memperoleh ganjarannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seseorang sakit atau melakukan safar, maka dia akan dicatat melakukan amalan sebagaimana amalan rutin yang dia lakukan ketika mukim (tidak bepergian) dan dalam keadaan sehat.”[HR Bukhori no 2996]

Sumber: https://rumaysho.com/550-di-balik-amalan-yang-sedikit-namun-kontinu.html
***
Enak, tho?

Bagaimana dengan tilawah? Sayang banget, kan?

Kalau kita mengikuti pendapat yang tidak tilawah saat haid, maka kita bisa gunakan waktu yang harusnya  tilawah, ganti dengan aktivitas tadabbur, seperti membaca kitab tafsir, hadits atau buku-buku kajian dengan tema tertentu.

Selalu bersyukur dengan ketentuan Allah akan membuat kita hidup lebih bahagia.

No comments:

Post a Comment